Koleksi ini menyimpan banyak cerita tentang budaya dan bagian dari kronologi perkembangan musik pada masa kolonial di Indonesia.
Tidak hanya menunjukkan imajinasi popular kelas elit kolonial, koleksi perabot pemutar musik seperti ini perlahan mulai jarang ditemui.
Jika melihat kondisinya, koleksi ini tampaknya barang warisan zaman turun temurun dan belum mau dipensiunkan.
Pemutar musik era Indies ini, patut disyukuri karena masih berfungsi dengan baik dan utuh yang dapat menceritakan masa lalu.
Tekstur kaca bevel menonjolkan sisi yang mengombinasikan keelokan dan efisiensi.
Untuk memutar piringan hitam, kita harus mengengkolnya beberapa kali.
Material memiliki tampilan yang dibiarkan apa adanya, sekaligus bisa merekam ulang era masa keemasannya merupakan kualitas baik pada masanya, seolah bisa memutar waktu 100 tahun yang lampau.
Jika dicermati corak tekstur dan desain rangka ornamen ini bergaya Indische Empire Stijl
Pola geometris atau bunga ornamen sebuah sintesis dari budaya Barat dan Eropa dengan model yang berkembang pada masa kolonial.
Sampai kini pun kondisinya tidak berubah, sungguh memikat bagi siapa saja yang melihatnya. Sebagai bukti jejak kejayaan yang mewakili lapisan sejarahnya.
Suara jernih piringan hitam ditingkahi oleh desis masa lalu.
Mesin original, Manufactured By ROC Swiss Made Marque Deposee.Cara kerjanya mempergunakan sebuah silinder yang berputar.
Alunan Masa Lalu Dari Corong Gramofon Tua...
Sebenarnya Gramophone dan Phonograph adalah sama, hanya saja Gramophone adalah istilah yang lazim dipakai di Inggris sedang Phonograph adalah istilah yang lazim dipakai di Amerika Serikat.
Zaman digital menawarkan segala kemudahan. Tapi toh masih ada selapis orang yang lebih suka bersusah payah dengan segala kerepotan untuk mendengar alunan musik dari corong gramofon tua.
Apalagi barang atau benda tersebut memiliki nilai historis tinggi, kenangan dan nilai tersebutlah yang memberi
inspirasi bagi para kolektor.
Daerah-daerah yang pernah makmur pada jaman kolonial Belanda dan kota-kota lain yang pernah jadi lokasi perkebunan, pabrik, dan permukiman Belanda banyak didapatkan Gramaphone walau semuanya sering tidak lengkap atau rusak.
Dalam kurun waktu 1905-1915, orkestra dan fotografi meramaikan ekstravagansa masyarakat Indies. Ada hal menarik dan bernilai dari sebuah gramofon corong pemutar lagu ini, rasanya seperti terlempar ke masa silam zaman kolonial...Terdiam membayangkan para Meneer Belanda menikmati lagu Arm Den Haag yang didendangkan Wieteke van Dort, biduanita asal Belanda.
Dulu, pada zaman Belanda, hanya tuan dan nyonya Belanda serta selapis tipis kaum ningrat pribumi yang sanggup memiliki barang mewah setaraf gramofon sebagai simbol kekuasaan, status sosial, dan kebesaran penguasa saat itu. Kadang kala mereka menyewakan gramofon kepada warga yang sedang punya hajat pesta dengan ongkos tinggi. Tertarik memilikinya ???
Tidak hanya menunjukkan imajinasi popular kelas elit kolonial, koleksi perabot pemutar musik seperti ini perlahan mulai jarang ditemui.
Jika melihat kondisinya, koleksi ini tampaknya barang warisan zaman turun temurun dan belum mau dipensiunkan.
Pemutar musik era Indies ini, patut disyukuri karena masih berfungsi dengan baik dan utuh yang dapat menceritakan masa lalu.
Tekstur kaca bevel menonjolkan sisi yang mengombinasikan keelokan dan efisiensi.
Untuk memutar piringan hitam, kita harus mengengkolnya beberapa kali.
Material memiliki tampilan yang dibiarkan apa adanya, sekaligus bisa merekam ulang era masa keemasannya merupakan kualitas baik pada masanya, seolah bisa memutar waktu 100 tahun yang lampau.
Jika dicermati corak tekstur dan desain rangka ornamen ini bergaya Indische Empire Stijl
Pola geometris atau bunga ornamen sebuah sintesis dari budaya Barat dan Eropa dengan model yang berkembang pada masa kolonial.
Sampai kini pun kondisinya tidak berubah, sungguh memikat bagi siapa saja yang melihatnya. Sebagai bukti jejak kejayaan yang mewakili lapisan sejarahnya.
Suara jernih piringan hitam ditingkahi oleh desis masa lalu.
Mesin original, Manufactured By ROC Swiss Made Marque Deposee.Cara kerjanya mempergunakan sebuah silinder yang berputar.
Alunan Masa Lalu Dari Corong Gramofon Tua...
Sebenarnya Gramophone dan Phonograph adalah sama, hanya saja Gramophone adalah istilah yang lazim dipakai di Inggris sedang Phonograph adalah istilah yang lazim dipakai di Amerika Serikat.
Zaman digital menawarkan segala kemudahan. Tapi toh masih ada selapis orang yang lebih suka bersusah payah dengan segala kerepotan untuk mendengar alunan musik dari corong gramofon tua.
Apalagi barang atau benda tersebut memiliki nilai historis tinggi, kenangan dan nilai tersebutlah yang memberi
inspirasi bagi para kolektor.
Daerah-daerah yang pernah makmur pada jaman kolonial Belanda dan kota-kota lain yang pernah jadi lokasi perkebunan, pabrik, dan permukiman Belanda banyak didapatkan Gramaphone walau semuanya sering tidak lengkap atau rusak.
Dalam kurun waktu 1905-1915, orkestra dan fotografi meramaikan ekstravagansa masyarakat Indies. Ada hal menarik dan bernilai dari sebuah gramofon corong pemutar lagu ini, rasanya seperti terlempar ke masa silam zaman kolonial...Terdiam membayangkan para Meneer Belanda menikmati lagu Arm Den Haag yang didendangkan Wieteke van Dort, biduanita asal Belanda.
Dulu, pada zaman Belanda, hanya tuan dan nyonya Belanda serta selapis tipis kaum ningrat pribumi yang sanggup memiliki barang mewah setaraf gramofon sebagai simbol kekuasaan, status sosial, dan kebesaran penguasa saat itu. Kadang kala mereka menyewakan gramofon kepada warga yang sedang punya hajat pesta dengan ongkos tinggi. Tertarik memilikinya ???