Meja Altar Peranakan

Author: Kedai Barang Antik / Labels:

Koleksi meja altar Cina Peranakan ini merupakan jejak sejarah yang merekam bentuk eksotisme nilai paduan gaya tradisional Tionghoa di bumi Nusantara pada masa kolonialisme.

Koleksi meja altar masa lampau tersebut memang tak berasal dari Tiongkok, namun yang pasti pernah dipergunakan oleh keluarga Tionghoa di Indonesia dan berusia puluhan tahun.

Dekorasi profil semuanya dilakukan dengan memahat langsung pada selembar permukaan bidang kayu jati bukan berupa tempelan. 

Kayu jati masa lampau sangat kuat dan awet, serta tidak mudah berubah bentuk oleh perubahan cuaca.

Kayu nya selalu pilihan. Semakin tua semakin berminyak, tanpa harus diberi obat khusus, kursi ini selalu mengkilap. Tekstur dan kerapian pengerjaan memiliki kadar craftmanship yang tinggi.

Nuansa China Peranakan sangat terasa dari segi bentuk pahatan, ornamen dekoratif yang masih dibiarkan seperti aslinya.

Sehingga sampai kini pun warnanya tidak berubah. Penyimpanan dan perawatan menentukan keawetannya karena membeli langsung dari pemilik atau pewarisnya.

Tekstur material dipertahankan seperti aslinya, menunjukkan proses alamiah yang terjadi pada perabotan tersebut.


Akulturasi Perabot Peranakan di Nusantara...

Budaya China Peranakan atau yang lebih dikenal sebagai Straits Chinese adalah produk asimilasi, akulturasi dan proses hibrida panjang selama berabad-abad antara budaya pendatang Tionghoa dari Tiongkok, penduduk setempat (pribumi) dan Belanda yang saat itu berkuasa di Nusantara.

Kelengkapan aksesoris perabotan rumah tangga yang digunakan berbeda dari rakyat biasa sebagai manifestasi dari nilai-nilai budaya yang berlaku pada zaman itu. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa koleksi ini memang ditujukan untuk masyarakat kalangan menengah ke atas

Bisa juga dikatakan bahwa orang-orang Tionghoa masa kini adalah kepanjangan tangan dari komunitas Tionghoa pada masa lalu. Sebuah meja altar China Peranakan Lasem kuno berukuran P.106 cm x L.53 cm x T.91 cm tinggalan budaya yang sarat dengan nilai kearifan lokal.

Tidak dapat dilacak dengan pasti kapan meja altar rumah China Peranakan ini dibuat, tapi diperkirakan sekitar tahun 1920-an. Merupakan barang yang sulit didapat dan lebih unggul kualitas kayu.

Status seseorang ditunjukkan melalui kualitas perabotan yang dipakai, sebagai parameter sekaligus mengekspresikan kemapanan pemilik. Perabotan ini rata-rata dipakai oleh Peranakan Tionghoa Indonesia berabad lalu.

Keindahan desain perabot tua bergaya China Peranakan ini masih menarik untuk dipandang hingga kini.  Kita bisa menggali lagi kenangan dan sejarah yang tak lekang oleh masa.  SOLD OUT

Batik Tiga Negeri - Ny.Tjoa Siang Gwan (N.O.S - New Old Stock)

Author: Kedai Barang Antik / Labels:

Segel etiket kertas ini mewakili ukuran keamanan keaslian karya, efektif mencegah penjualan batik yang belum selesai kepada pihak ketiga. Merek kertas membuktikan kain batik adalah asli Ny.Tjoa Siang Gwan dibuat di bawah pengawasan pribadi.

Selain untuk melindungi desain dan melindungi batik dari dicuri saat pengerjaan batik membawanya ke tempat lain untuk pewarnaan, membubuhkan merek etiket yang berisikan nama dan alamat pembatik juga merupakan saran untuk beriklan.

Pengusaha batik yang berstatus tinggi, hanya memproduksi batik dengan kualitas baik, lebih halus, serta memperhatikan corak yang rumit. 

Motif sarung batik tiga negeri dari juragan batik Ny.Tjoa Siang Gwan ini diminati oleh golongan Tionghoa kaya sebagai kelompok sosial tinggi di sekitar tahun 1930-an.

Disainnya yang klasik, lugas tanpa banyak ragam hias yang berlebihan sebagai "one of the most famous peranakan batik".

Kondisi yang sangat terawat baik, biasanya menunjukkan bahwa kain ini telah disimpan dengan sangat baik untuk waktu yang sangat lama.

Mereka jarang mengusahakan batik cap, karena corak tradisional yang rumit sukar dikerjakan dengan cap. Mereka menganggap batik cap itu kasar, baik dari segi bahan maupun hasil gambar.


Classical Javanese Batik : Batik Tiga Negeri (Three Country Batik)

Kerumitan membuat sepotong batik tulis ternyata masih belum cukup jika kita tahu sejarah motif Batik Tiga Negeri. Motif Batik Tiga Negeri merupakan gabungan batik khas Lasem, Pekalongan dan Solo, pada jaman kolonial wilayah memiliki otonomi sendiri dan disebut negeri.

Konon menurut para pembatik, air disetiap daerah memiliki pengaruh besar terhadap pewarnaan, dan ini masuk akal karena kandungan mineral air tanah berbeda menurut letak geografisnya. Maka dibuatlah batik ini di masing-masing daerah.

Pertama, kain batik ini dibuat di Lasem dengan warna merah yang khas, seperti merah darah, setelah itu kain batik tersebut dibawa ke Pekalongan dan dibatik dengan warna biru, dan terakhir kain diwarna coklat sogan yang khas di kota Solo. SOLD OUT

Kursi Swanci China Peranakan

Author: Kedai Barang Antik / Labels:

Jika dicermati kursi swanci ini merupakan karya pertukangan yang sangat detail, langka dan datang dari keterampilan yang tinggi. Namun, sejarah dan kesan kuno yang timeless di masa kini justru akan menambah nilainya menjadi berlipat ganda, dan diburu oleh para kolektor benda seni China Peranakan.

Perabot yang dibuat di Tiongkok mempunyai beberapa karakter berbeda. Selain dari jenis bahan kayunya, ukiran ornamen ini memiliki motif yang khas, tampil eksklusif dan personal.

Koleksi perabot kayu swanci masa lampau tersebut memang berasal dari Tiongkok, namun yang pasti pernah dipergunakan oleh keluarga China Peranakan di bumi Nusantara dan berusia puluhan tahun.

Pada umumnya Perabot China Peranakan dari swanci seperti ini dimiliki oleh golongan kaya dan berpengaruh (ketokohan) sebagai parameter sekaligus mengekspresikan kemapanan pemilik.

Selain ergonomis dan menarik, sampai kini pun kondisinya tidak berubah, menggunakan bahan yang berkualitas tinggi.

Nuansa China Peranakan sangat terasa dari segi bentuk pahatan dan ornamen dekoratif dari kerang rumit. Pembuatannya secara konvensional, tidak pabrikan tapi satu persatu. 

Kayu swanci berkualitas bagus memiliki permukaan yang sangat dekoratif. Tekstur dan serat kayunya terbentuk dengan sempurna dan indah.

Sangat kokoh dan tidak berubah hingga sekarang, perabot swanci ini punya standart kualitas sendiri. 

Meski demikian detail dan rumit, gaya Peranakan juga memberikan kesan berkelas, pasalnya banyak digunakan di rumah-rumah landhuis dan kapitan Tionghoa. 

Koleksi sepasang kursi dan meja teh masa lampau ini merupakan jejak sejarah yang merekam bentuk eksotisme nilai paduan gaya tradisional Tionghoa di bumi Nusantara pada masa kolonialisme.



Sebuah Jejak Perabotan Peranakan...

Budaya Tionghoa Peranakan adalah produk asimilasi, akulturasi dan proses hibrida panjang selama berabad-abad antara budaya pendatang Tionghoa dari Tiongkok, penduduk setempat (pribumi) dan Belanda yang saat itu berkuasa di Nusantara.

Kelengkapan aksesoris perabotan rumah tangga yang digunakan berbeda dari rakyat biasa sebagai manifestasi dari nilai-nilai budaya yang berlaku pada zaman itu. 

Sepasang kursi meja teh berbahan kayu swanci ini misalnya. Perabot ini diproduksi di Tiongkok pada awal abad 20 atau sekitar tahun 1920. Hanya orang-orang kaya yang bisa mendatangkan. Mereka sudah berhasil dan mapan dengan usaha yang dimiliki. Namun masih terkenang dengan budaya asal, sehingga membeli barang keramik dan furniture itu dari Tiongkok langsung.

Apresiasi yang tinggi pada upaya pemeliharaan yang amat rapi, sehingga perabotan tersebut masih sangat kokoh dan dapat dipakai hingga saat ini. Mau ??? SOLD OUT

Kursi Raffles Hindia Belanda (c.1910's)

Author: Kedai Barang Antik / Labels:

Meski berusia hampir lebih dari 100 tahun, kualitasnya masih sangat terjaga, bisa dikatakan mengungkap perjalanan kultural yang bersifat romantis nostalgis.

Pada umumnya koleksi kursi seperti ini dimiliki oleh golongan kaya dan berpengaruh (ketokohan) sebagai parameter sekaligus mengekspresikan kemapanan pemilik.

Kondisi yang sangat terawat baik, biasanya menunjukkan bahwa koleksi ini telah disimpan dengan sangat baik untuk waktu yang sangat lama. 

Selain kesempurnaan bentuk dan proporsi juga menambah kesan dramatis sebagai elemen estetis yang mendukung suasana kolonial masa lampau.

Elemen-elemen pola organik seperti tumbuhan bergaya vernakular Eropa yang banyak digunakan dalam perabotan kolonial Hindia Belanda antara tahun 1900 sampai tahun 1920-an.

Bentuk konstruksi penopang berciri khas Indisch atau disebut gaya Indo-Eropa, model yang berkembang pada masa kolonial.


Pola geometris atau bunga ornamen sebuah sintesis dari budaya Timur dan Eropa, nampak mewah dan mengundang decak kagum. 


Ketegasan garis-garis struktur kayu itu sendiri sekaligus digunakan sebagai kekuatan visual artistiknya.  


Menilik Kemegahan Warisan Jejak Thomas Stamford Raffles...

Gaya kolonial kental dengan pengaruh Eropa, tak heran kalau seringkali terlihat mirip dengan gaya klasik. Jika dilihat semua seperti tak berubah, walau usianya hampir 100 tahun lalu.

Perabotan bergaya Raffles termasuk jenis yang paling terkenal dari perabot kolonial abad ke-19. Pada masa ini, orang juga menggunakan trend perabot masa Sir Thomas Stamford Raffles berkuasa.

Gaya perabot ini sebenarnya termasuk tipe Sheraton yang berkembang di Inggris. Namun, karena nama Raffles lebih dikenal di Jawa, maka lebih dikenal dengan sebutan perabotan bergaya Raffles.

Melalui koleksi kursi "Veranda Landhuisen" ini kita seolah diajak berkelana ke masa silam, menguak kehidupan masyarakat penguasa Vorstenlanden masa lampau. Eksotis !

Indische Coffee Table

Author: Kedai Barang Antik / Labels:

Dari segi tampilan, pernik perabotan furniture masa Hindia Belanda kental dengan desain yang unik dan berkarakter.

Tapi bukan pula yang kondisi furniture utuh itu selalu replika. Sebab disimpan secara apik dan rapi oleh pemiliknya.

Kayu jati tua berkualitas bagus memiliki permukaan yang sangat dekoratif. Tekstur dan serat kayunya terbentuk dengan sempurna dan indah.

Bentuk alas meja dengan desain simpel dan dinamis. Menonjolkan sisi yang mengombinasikan keelokan dan efisiensi.


Tekstur dan kerapian pengerjaan memiliki kadar craftmanship yang tinggi, bisa menjadi focal point.

Kayu jati masa lampau sangat kuat dan awet, serta tidak mudah berubah bentuk oleh perubahan cuaca.


Material konstruksi panel papan yang digunakan adalah kayu jati dan kualitas baik pada masanya.


Timmy Round Coffee Table... 

Meja Indische ini kokoh hingga kini, yang mempunyai ukuran T.61 cm x diameter 65 cm. Kelebihan lain dari meja tersebut adalah bisa masuk dalam segala style desain interior.

Padukan beberapa furniture untuk memoles ruangan menjadi lebih cantik. Misalnya, di antara sofa yang desainnya modern, bisa ditambahkan sebuah kursi antik.

Meja Nederlandsche Indies ini masih menyisakan kemegahan tempo dulu yang ramah menyambut tamu. Suatu cerminan keterbukaan yang melahirkan karakter bangsa yang toleran. Mau ???
SOLD OUT

Kursi Studio Foto Hindia Belanda

Author: Kedai Barang Antik / Labels:

Walaupun konvensional demikian kecermatan dan ketelitian tampak dengan standar keahlian tinggi, sungguh memikat bagi siapa saja yang melihatnya.

Karakternya dianggap sempurna, maturity, bertahan lama dan klasik.

Proporsi badan dan posisi sandar sangat diperhitungkan. Kursi dengan sandaran setengah melingkar atau U-form berciri khas Indisch seperti ini, perlahan mulai jarang ditemui.

Kayu nya selalu pilihan. Semakin tua semakin berminyak, tanpa harus diberi obat khusus, kursi ini selalu mengkilap.

Nuansa Indo-Eropa sangat terasa dari segi bentuk, ornamen dekoratif yang atraktif masih dibiarkan seperti aslinya.


Sudut sandaran tangan kursi menunjang kenyamanan, proporsi badan dan posisi sandar sangat diperhitungkan.

Elemen-elemen bergaya vernakular Belanda menjadi gaya bentuk yang tak lekang dimakan waktu. 

Memanfaatkan kualitas kayu jati solid bidang lengkung yang lebar, hal itu dapat dilihat pada alas duduk dan sandaran tangan kursi. 

Dalam foto tersebut kita bisa melihat lagi bagaimana situasi masa lalu. Dalam kurun waktu 1905-1915, pemilihan perabotan rumah tangga meramaikan ekstravagansa masyarakat Indies. Era itu disebut sebagai masa keemasan eksotik Hindia Belanda.



Perjalanan Panjang Kursi Studio Foto Antik

Perabotan lama selalu mengundang perhatian karena bentuknya yang unik. Namun jika merunut sejarahnya, koleksi ini muncul saat nusantara sedang dalam masa penjajahan kolonial Belanda.

Elemen-elemen bergaya vernakular Belanda yang banyak digunakan dalam perabotan kolonial Hindia Belanda antara tahun 1900 sampai tahun 1910-an. Sungguh suatu selera perabotan Indies yang penuh cita rasa.

Zaman boleh berganti, namun perabotan tua masih dibutuhkan dan digemari orang hingga abad ini. Sekian lama dijajah oleh Belanda, meninggalkan jejak yang tak pernah hilang, sampai sekarang ini semakin menyusut drastis. Mau ? SOLD OUT