Lemari Cuiho masih berfungsi sebagaimana mestinya, walau usianya tergolong renta. Tentu barang lama yang secara kualitas jelas tidak diproduksi sembarangan.
Tak sekedar pajangan, lemari Cuiho ini menyimpan banyak cerita tentang budaya dan kebiasaan adat Tionghoa tradisi masa lampau.
Kayu jati masa lampau sangat kuat dan awet, serta tidak mudah berubah bentuk oleh perubahan cuaca.
Sehingga sampai kini pun warnanya tidak berubah. Penyimpanan dan perawatan menentukan keawetannya karena membeli langsung dari pemilik atau pewarisnya.
Ciri khas perabotan Peranakan adalah perhatian terhadap detail. Furniture yang dipakai komunitas Peranakan Tionghoa cukup variatif. Rata-rata memiliki motif ukir di beberapa bagian.
Dalam perjalanan waktu gaya perabotan seperti ini sudah jarang sekali tersimpan dalam keadaan utuh.
Tekstur material dipertahankan seperti aslinya, menunjukkan proses alamiah yang terjadi pada perabotan tersebut.
Dilihat dari fungsinya, 3 susun baris ruang sebagai media untuk menyimpan barang. Gaya desainnya merupakan perpaduan antara tuntutan fungsionalitas dan estetika.
Dekorasi ornamen motif ukiran tersebut menjadi karakteristik tersendiri untuk komunitas elit Peranakan.
Koleksi lemari Cuiho masa lampau tersebut memang tak berasal dari Tiongkok, namun yang pasti pernah dipergunakan oleh keluarga Tionghoa di nusantara dan berusia puluhan tahun.
Lemari Cuiho Peranakan Dalam Perjalanan Waktu...
Istilah cuiho, berasal dari bahasa Tionghoa, zihao, dalam istilah Hokkian disebut jiho, artinya merek atau nama toko.
Lemari cuiho lazimnya dijadikan hadiah perkawinan dari orangtua kepada anak-anak mereka yang menikah. Sejak tahun 1920-an tradisi ini digantikan dengan mebel-mebel bergaya Eropa.
Budaya Tionghoa Peranakan di Indonesia adalah hasil akulturasi belasan abad yang unik dan amat kaya, yang lebih beragam dibanding ekspresi budaya orang Tionghoa di Malaysia dan Singapura.
Ia mewakili budaya dan tradisi masa lampau yang kental dengan gaya hidup saat itu; yang bersahaja.
Itu tercermin dari bentuk-bentuk desain detail dan ornamen nya memiliki tampilan yang dibiarkan apa adanya.
Gaya Peranakan juga penuh dengan makna dan simbolisasi. Ini membuatnya semakin menarik. Usia dan desain antiknya, juga semangat zaman yang dipancarkan lemari cuiho tersebut menjadi daya pikat tersendiri.
Lemari Cuiho yang mempunyai ukuran P.60 cm x L.30 cm x T.80 cm ini menarik untuk dikenang dan ditampilkan kembali identitas Tionghoa Peranakan tempo doeloe.
Bisa juga dikatakan bahwa orang-orang Tionghoa masa kini adalah kepanjangan tangan dari komunitas Tionghoa pada masa lalu.
Selain jenis kayu, menarik juga untuk dicermati bagaimana lemari Cuiho ini dibuat dengan rapi ada pahat yang hanya sekadar tampak timbul, dibuat dengan metoda korek, membuat permukaan kayu jadi cekung dan sisi luar cekungan garis dicat warna prada emas kemerahan masih dibiarkan seperti aslinya.
Sambungannya tidak menggunakan paku melainkan dengan kayu sendiri melalui sistem sambungan yang disebut dengan istilah buntut burung. Berminat ? SOLD OUT
Tak sekedar pajangan, lemari Cuiho ini menyimpan banyak cerita tentang budaya dan kebiasaan adat Tionghoa tradisi masa lampau.
Kayu jati masa lampau sangat kuat dan awet, serta tidak mudah berubah bentuk oleh perubahan cuaca.
Sehingga sampai kini pun warnanya tidak berubah. Penyimpanan dan perawatan menentukan keawetannya karena membeli langsung dari pemilik atau pewarisnya.
Ciri khas perabotan Peranakan adalah perhatian terhadap detail. Furniture yang dipakai komunitas Peranakan Tionghoa cukup variatif. Rata-rata memiliki motif ukir di beberapa bagian.
Dalam perjalanan waktu gaya perabotan seperti ini sudah jarang sekali tersimpan dalam keadaan utuh.
Tekstur material dipertahankan seperti aslinya, menunjukkan proses alamiah yang terjadi pada perabotan tersebut.
Dilihat dari fungsinya, 3 susun baris ruang sebagai media untuk menyimpan barang. Gaya desainnya merupakan perpaduan antara tuntutan fungsionalitas dan estetika.
Dekorasi ornamen motif ukiran tersebut menjadi karakteristik tersendiri untuk komunitas elit Peranakan.
Koleksi lemari Cuiho masa lampau tersebut memang tak berasal dari Tiongkok, namun yang pasti pernah dipergunakan oleh keluarga Tionghoa di nusantara dan berusia puluhan tahun.
Lemari Cuiho Peranakan Dalam Perjalanan Waktu...
Istilah cuiho, berasal dari bahasa Tionghoa, zihao, dalam istilah Hokkian disebut jiho, artinya merek atau nama toko.
Lemari cuiho lazimnya dijadikan hadiah perkawinan dari orangtua kepada anak-anak mereka yang menikah. Sejak tahun 1920-an tradisi ini digantikan dengan mebel-mebel bergaya Eropa.
Budaya Tionghoa Peranakan di Indonesia adalah hasil akulturasi belasan abad yang unik dan amat kaya, yang lebih beragam dibanding ekspresi budaya orang Tionghoa di Malaysia dan Singapura.
Ia mewakili budaya dan tradisi masa lampau yang kental dengan gaya hidup saat itu; yang bersahaja.
Itu tercermin dari bentuk-bentuk desain detail dan ornamen nya memiliki tampilan yang dibiarkan apa adanya.
Gaya Peranakan juga penuh dengan makna dan simbolisasi. Ini membuatnya semakin menarik. Usia dan desain antiknya, juga semangat zaman yang dipancarkan lemari cuiho tersebut menjadi daya pikat tersendiri.
Lemari Cuiho yang mempunyai ukuran P.60 cm x L.30 cm x T.80 cm ini menarik untuk dikenang dan ditampilkan kembali identitas Tionghoa Peranakan tempo doeloe.
Bisa juga dikatakan bahwa orang-orang Tionghoa masa kini adalah kepanjangan tangan dari komunitas Tionghoa pada masa lalu.
Selain jenis kayu, menarik juga untuk dicermati bagaimana lemari Cuiho ini dibuat dengan rapi ada pahat yang hanya sekadar tampak timbul, dibuat dengan metoda korek, membuat permukaan kayu jadi cekung dan sisi luar cekungan garis dicat warna prada emas kemerahan masih dibiarkan seperti aslinya.
Sambungannya tidak menggunakan paku melainkan dengan kayu sendiri melalui sistem sambungan yang disebut dengan istilah buntut burung. Berminat ? SOLD OUT